Kebijakan Fiskal Prabowo-Gibran Perlu Keseimbangan
KBRN Denpasar:Ā Pemerintahan Prabowo-Gibran telah melewati 100 hari pertama dengan berbagai kebijakan ekonomi yang signifikan, termasuk pemotongan anggaran sebesar Rp 306,7 triliun dan perluasan program makanan gratis. Langkah-langkah ini mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk pengamat ekonomi Prof. Ida Bagus Raka Suardana, yang menilai bahwa kebijakan fiskal pemerintah perlu keseimbangan antara efisiensi dan dampak sosial.
Menurut Prof. Ida Bagus Raka Suardana, pemotongan anggaran yang mencapai 8% dari total belanja negara 2025 menunjukkan upaya pemerintah dalam mengendalikan pengeluaran. “Langkah ini bisa meningkatkan disiplin fiskal, tetapi perlu dicermati sektor mana saja yang terkena dampaknya. Jika pemotongan ini berimbas pada sektor sosial dan infrastruktur, ada risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, ia menyoroti ekspansi program makanan gratis dari 17,5 juta menjadi 82,5 juta penerima sebagai kebijakan ambisius yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebijakan ini membutuhkan sumber pendanaan yang jelas agar tidak membebani APBN. “Jika dibiayai dengan utang, pemerintah harus berhati-hati agar tidak meningkatkan rasio utang secara berlebihan, yang bisa berdampak pada stabilitas fiskal dalam jangka panjang,” jelasnya.
Terkait partisipasi Indonesia dalam pasar kredit karbon global melalui IDX Carbon, Prof. Ida Bagus menilai bahwa ini adalah langkah maju dalam mendukung transisi energi hijau. Namun, ia mengingatkan bahwa sebagian besar kredit karbon yang ditawarkan masih berasal dari proyek berbasis bahan bakar fosil. “Hal ini bisa mengurangi daya tarik bagi investor yang lebih mengutamakan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin. Pemerintah perlu memastikan bahwa mekanisme ini benar-benar mendukung dekarbonisasi ekonomi,” tambahnya.
Dari sisi politik ekonomi, ia mencermati meningkatnya peran militer dalam berbagai sektor sipil, termasuk distribusi makanan gratis dan program pertanian.
“Di satu sisi, militer bisa membantu meningkatkan efisiensi pelaksanaan program pemerintah. Namun, ada juga risiko meningkatnya dominasi militer dalam kebijakan sipil yang bisa mempengaruhi prinsip demokrasi,” katanya.
Meski demikian, survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa 80,9% publik puas dengan kinerja 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, angka tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Menanggapi hasil ini, Prof. Ida Bagus mengatakan bahwa tingkat kepuasan yang tinggi menunjukkan kebijakan pemerintah sejauh ini diterima dengan baik oleh masyarakat. Namun, ia menekankan bahwa tantangan ke depan adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara efisiensi fiskal, keberlanjutan program sosial, dan prinsip demokrasi.
“Keberhasilan pemerintahan Prabowo-Gibran dalam jangka panjang akan sangat ditentukan oleh kemampuan mereka dalam menjaga stabilitas ekonomi, memastikan inklusivitas kebijakan, dan tetap menjunjung nilai-nilai demokrasi,” pungkasnya.
Sumber: https://rri.co.id/denpasar/daerah/1287338/kebijakan-fiskal-prabowo-gibran-perlu-keseimbangan