Lemah Pengawasan Buat Banyak LPD Terjerat Pusaran Korupsi
DIKSIMERDEKA.COM, DENPASAR, BALIĀ ā Pengawasan yang lemah dari pihak internal maupun ekternal disinyalir penyebab banyaknya Lembaga Perkreditan Desa (LPD) terjerat kasus korupsi. Padahal sejak awal didirikan, LPD dimaksudkan untuk menciptakan kemandirian ekonomi desa adat.
Teranyar, yang menimpa LPD Desa Adat Intaran, Sanur, Denpasar misalnya, membuat cerita lama korupsi LPD yang terus berulang. Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri Denpasar, sejak tahun 2020 hingga 2024, tercatat ada 43 perkara tindak pidana korupsi yang menyangkut LPD.
Terjebaknya LPD dalam pusaran korupsi menjadi alarm bagi semua pihak baik pemerintah, aparatur desa adat, sampai masyarakat. Alih-alih menjadi lembaga yang memperkuat ekonomi desa adat, LPD justru terjebak pada pusaran korupsi.
Ekonom Universitas Pendidikan Nasional, Prof IB Raka Suardana mengatakan penyelewengan dana di LPD terjadi karena beberapa faktor seperti kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan seperti masih banyak LPD belum menerapkan sistem akuntansi berbasis teknologi yang memungkinkan audit secara real-time.
Lalu, lemahnya kontrol internal dan eksternal dimana pengurus sering kali memiliki wewenang terlalu besar tanpa pengawasan yang memadai sehingga membuka peluang praktik korupsi.
IB Suardana mengatakan, keberadaan Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPLPD) sebenarnya memiliki tugas utama dalam pengawasan dan pemberdayaan LPD di Bali. Namun perannya jarang terdengar di tengah berbagai permasalahan yang menimpa LPD saat ini.
Keberadaannya sepatutnya menjadi garda terdepan dalam memastikan transparansi dan tata kelola yang baik, namun saat ini efektivitasnya dipertanyakan. Kasus-kasus penyelewengan dana yang terus terjadi menunjukkan bahwa fungsi pengawasan dari LPLPD belum berjalan optimal.
Guna mengatasi faktor tersebut, IB Suardana mendorong agar LPD dapat memperkuat sistem pengawasan salah satunya dengan memastikan pemerintah desa adat dan lembaga pengawas seperti LPLPD dan Badan Kerjasama LPD (BKS-LPD) melakukan mekanisme audit yang rutin dan independen.
Selain itu, penerapan teknologi dalam manajemen keuangan harus menjadi prioritas. Sistem digital dapat memberikan transparansi lebih baik dan meminimalkan risiko manipulasi data.
Langkah selanjutnya, yaitu pendidikan dan pelatihan bagi pengurus LPD harus ditingkatkan. Banyak pengurus LPD tidak memiliki latar belakang manajemen atau keuangan yang memadai. Pemprov Bali dan otoritas terkait harus berperan aktif dalam menyediakan program pelatihan yg berkelanjutan.
āPihak yang bertanggung jawab membantu LPD meningkatkan manajemen dan profesionalitas adalah LPLPD, BKS-LPD, pemerintah daerah, dan desa adat. LPLPD dan BKS-LPD perlu lebih proaktif dalam memberikan pendampingan teknis dan membangun sistem pengawasan terpadu,ā terangnya.
Di samping itu, pemerintah daerah juga harus memberikan dukungan regulasi yang lebih kuat untuk memastikan akuntabilitas LPD. Sementara itu, desa adat sabagai pemilik LPD harus memastikan bahwa pengurus yang dipilih memiliki integritas dan kompetensi tinggi.
Solusi jangka panjang untuk mencegah korupsi LPD sebutnya, adalah dengan memperbaiki sistem tata kelola. LPD perlu menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG), termasuk transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
āPenguatan sistem regulasi melalui peraturan daerah yang mengatur sanksi tegas bagi pelaku korupsi juga diperlukan,ā tegasnya.
Terakhir, Suardana mengatakan masalah korupsi di LPD dapat diatasi jika semua pihak bekerja sama. Penguatan manajemen, pengawasan yang efektif, dan komitmen untuk meningkatkan profesionalitas adalah langkah yang harus segera diwujudkan demi menjaga kepercayaan masyarakat dan keberlanjutan LPD sabagi lembaga keuangan berbasis desa adat.
Sumber: https://diksimerdeka.com/2025/01/29/lemah-pengawasan-buat-banyak-lpd-terjerat-pusaran-korupsi/